Gak kerasa tahun 2019 sudah mau berakhir, dan gak kerasa, gua udah hampir 1.5 tahun gak nulis di blog ini. Banyak yang terjadi sejak terakhir kali gua nulis di sini, tapi kita simpan ceritanya untuk lain waktu ya. Di postingan kali ini, gua mau nulis tentang sesuatu yang lebih penting. Atau tepatnya, sesuatu yang paling penting.
Tahun 2019 adalah tahun yang cukup buruk bagi gua.
1. Laptop kesayangan yang udah nemenin gua sejak tahun 2010 akhirnya tutup usia.
Begitu juga dengan HD external yang 8 tahun terakhir ini gua pake untuk nyimpen koleksi film-film gua.
2. Demi mencari biaya nikah, Sabtu-Minggu gua kerja part-time di universitas lain. Setahun terakhir ini, gua nyaris gak punya weekend (dan karena itulah, gua ga pernah nulis blog lagi). Eh tapi ternyata universitas tempat gua kerja part-time itu nunggak bayar. Sampai hari ini, gaji gua tahun lalu masih gak jelas kapan cairnya.
3. Dan gua juga kena tipu sama universitas tempat gua kerja selama 3 tahun terakhir ini, bonus tahunan gua gak dibayar. Padahal 3 tahun terakhir ini gua bener-bener all-out kerja untuk mereka. Bahkan setahun terakhir di sana, gua sampe sering begadang, jam tidur gak teratur, dan gak ada waktu olahraga.
4. Akibat kurang tidur, kurang olahraga, makan kurang sehat, tahun ini gua resmi kena hipertensi.
5. Akibat faktor-faktor di luar rencana itu, akhirnya gua gagal memenuhi target nabung untuk biaya nikah, dan kayaknya nikahnya harus diundur, sampai waktu yang belum ditentukan.
Dan gua sempet ribut besar sama tunangan gua, sampai nyaris putus, gara-gara urusan nikah ini.
Dan masih banyak lagi kesialan-kesialan yang menimpa gua tahun ini. Wah kalau di list sih kayaknya bakal panjang banget.
Tapi di balik semua hal buruk yang menimpa gua di tahun 2019, tidak sedikit pula hal baik yang bisa gua syukuri dari tahun 2019 ini.
1. Gua berhasil pindah kerja ke universitas baru, yang jam kerjanya lebih masuk akal, yang gajinya sedikit lebih memuaskan, yang kasih gua lingkungan tempat tinggal yang lebih layak daripada universitas sebelumnya.
2. Tahun ini gua bertemu dengan banyak orang-orang yang hebat dan menyenangkan. Murid-murid dan rekan kerja di universitas lama, murid-murid dan rekan kerja di universitas baru, mahasiswa-mahasiswa Indonesia dan pekerja-pekerja asing yang juga tinggal di Nanning, dan masih banyak lagi. Terima kasih Tuhan untuk kehadiran mereka. Karena ada mereka di hidup gua, hari-hari gua di Nanning selalu penuh warna.
3. Agustus lalu gua juga akhirnya bisa pergi Karimun Jawa. Udah bertahun-tahun pengen pergi ke situ, akhirnya di tahun 2019 ini, impian itu bisa terwujud.
4. Last but not least, gua masih punya keluarga dan sahabat di Indonesia, yang selalu jadi sumber kekuatan gua menghadapi segala rintangan yang gua hadapi di tanah perantauan.
Gua bersyukur, untuk semua kebaikan dan keburukan yang terjadi di tahun 2019 ini. Semoga semua pelajaran ini membuat gua tambah tangguh dan bijaksana.
Anyway, di penghujung tahun 2019 ini, gua banyak introspeksi diri. Tentang hidup gua satu tahun terakhir, tentang masa lalu dan masa depan gua. Dan tiba-tiba gua menyadari sebuah hal penting : Beberapa tahun terakhir ini, gua terlalu menjadikan uang sebagai fokus utama di dalam hidup gua.
Tadinya gua memang punya target untuk nikah di tahun 2021, dan tentunya kalian semua tahu, bahwa yang namanya nikah itu butuh dana yang gak sedikit. Apalagi kalau nikahnya sama orang dari negara lain, kayak gua. Dan yang harus gua pikirin, bukan cuma resepsi pernikahannya. Setelah menikah, lalu? Mau tinggal di mana? Mau ngerjain apa? Terus rumah? Mobil? Anak?
Argh, pokoknya banyak lah yang harus direncanakan. Dan semua rencana itu butuh uang.
Dan tentunya kalian tahu, di masyarakat yang budayanya ketimuran, semua beban dan tuntutan itu ada di pundak laki-laki.
Semua tekanan itu membuat gua jadi money-oriented beberapa tahun terakhir ini. Sehari-hari, hidup gua selalu direfleksikan oleh angka. Berapa penghasilan gua per bulan, berapa pengeluaran gua per bulan, berapa uang yang harus gua tabung per bulan, berapa yang harus gua hasilkan supaya bisa invest dengan nominal sekian per bulan, dan lain-lain. Dan akibatnya, beberapa tahun terakhir ini, gua selalu mengarahkan hidup gua menuju ke arah yang bisa menghasilkan lebih banyak angka untuk bisa memenuhi target gua. Di mana penghasilannya lebih tinggi, ke situlah gua pergi. Tapi apakah gua bahagia dengan pilihan itu? Apakah dengan punya uang lebih banyak, lantas gua lebih bahagia?
Nope, ternyata punya uang lebih tidak menjamin bahwa hidup kita akan bahagia. Pertama, karena seiring bertambahnya pemasukan kita, pengeluaran kita juga jadi meningkat. Ini udah hukum alam, karena manusia itu memang gak ada puasnya. Bukan berarti gua boros, nggak. Malah gua orangnya cenderung pelit terhadap diri sendiri. Meskipun gua tinggal di negara empat musim, tapi gua cuma beli baju 1-2 kali dalam setahun. T-shirt gua udah pada belel, celdam karetnya udah longgar, kaos kaki udah bolong-bolong. Baju bagus dihemat, supaya jarang dicuci dan gak cepet rusak, jadinya cuma gua pakai pada event-event penting aja...
Yah tapi gua gak sampe segembel itu sih, karena penampilan itu juga penting. Tapi ya intinya, gua bukan tipe orang yang boros dalam belanja, baik belanja baju maupun makanan.
Kedua, karena sepandai apapun kita merencanakan keuangan kita, selalu ada hal-hal yang di luar rencana yang tidak terprediksi. Misalnya, laptop rusak, klien gak bayar, dll. Dan saat rencana kita tidak terpenuhi, kita jadi panik. Kejar target, itu yang ada di otak gua beberapa tahun terakhir. Dan akibatnya, setiap hari, hidup gua tuh rasanya kayak lagi kejar-kejaran sama angka. Kadang meskipun fisik udah lelah, otak etep gak bisa berenti mikir. Dan mungkin salah satu alasan kenapa belakangan ini gua sering insomnia.
Semua ini berjalan tanpa gua sadari, selama sekitar 20 bulan terakhir. Hingga beberapa hari yang lalu, waktu lagi ngobrol sama salah seorang sahabat gua soal masa depan, sekonyong-konyong gua buka kalkulator di HP dan mulai menghitung. Dan di saat itulah, tiba-tiba gua terkejut. Eh? Sejak kapan...gua jadi begini? Sejak kapan, gua jadi terobsesi sama angka?
Dan setelah gua abaikan angka-angka itu, ternyata gua tersadar. Selama ini yang gua kejar hanyalah angka. Tapi di luar angka-angka itu, ternyata gua gak punya tujuan hidup yang jelas, karena saat ini gua gak punya mimpi.
Padahal kalau kalian baca postingan-postingan gua di blog ini, terutama di tahun 2011-2016, gua adalah seseorang yang penuh mimpi dam imajinasi. Semua yang gua tulis adalah tentang keberanian gua melakukan hal-hal yang katanya gak mungkin, hal-hal yang gak bisa diprediksi, hal-hal yang nilainya gak bisa diukur pakai nominal. Hal-hal yang membuat gua bahagia.
Bahkan gua bisa S2 dan kerja di China sampai hari ini, itu semua adalah hasil dari keberanian gua untuk bermimpi dan menerobos segala ketidakmungkinan.
Dan sekarang kebalikannya, setiap ngomongin soal masa depan, gua pasti mulai menghitung di kepala gua. Segala sesuatu harus diprediksi dengan angka. Dan entah kapan, entah di mana, gua jadi kehilangan keberanian untuk bermimpi.
Ternyata memang bener, bertahun-tahun terakhir ini, gua terlalu fokus sama angka. Sampai akhirnya gua melupakan hal-hal yang mungkin nilainya jauh di atas angka-angka yang gua kejar itu. Karena terlalu sibuk kerja gua sampe jarang meluangkan waktu untuk traveling atau nemenin cewe gua jalan-jalan belakangan ini, pantesan akhir-akhir ini jadi sering berantem. Karena terlalu sibuk juga, gua jadi jarang chat atau telponan sama keluarga di Indonesia. Gua kurang istirahat, kurang olahraga, makan kurang dijaga, makanya jadi hipertensi.
Jadi, gua sibuk nyari uang demi kebahagiaan gua, tapi ternyata demi mencari uang, gua malah mengorbankan kebahagiaan gua sendiri. Ironis ya?
Karena itulah, melalui postingan kali ini, gua mau mengingatkan diri gua sendiri, dan juga teman-teman pembaca sekalian. Ya, uang itu penting, dan ya, hidup itu butuh direncanakan, tapi sebenarnya ada hal-hal yang jauh lebih penting dan berharga daripada semua itu. Waktu, misalnya. Luangkan waktu bersama orang-orang yang kita sayangi. Karena sebanyak apapun uang yang kita miliki, waktu itu tidak bisa dibeli. Luangkan juga waktu untuk merawat diri sendiri, supaya kita sehat secara fisik dan mental. Karena kesehatan adalah salah satu aset terpenting yang kita miliki. Untuk bisa menikmati hidup, kita harus sehat. Percuma banyak uang, kalau kita tidak bisa menikmatinya.
Tapi bukan berarti kerja cari uang itu gak penting ya. Kerja itu penting, karir itu penting, kebahagiaan dan kesehatan itu juga penting. Intinya adalah, semua itu harus seimbang. Ambil lah beban kerja yang sesuai dengan kemampuan kita. Jangan gara-gara demi dapat penghasilan lebih, lantas mengabaikan kesehatan, seperti yang gua alami di tahun 2019 ini. Demi bisa ngejar target nabung biaya nikah, gua ngambil beban kerja berlebih, akibatnya ritme hidup jadi berantakan dan gua jadi kena hipertensi. Sekarang demi ngobatin hipertensi, gua harus minum obat, setiap hari, selama 8-12 bulan. Rencananya mau nabung uang, sekarang tiap bulan malah harus keluar uang lebih untuk beli obat. Bodoh banget kan gua?
Karena itulah, melalui postingan kali ini, gua juga mau berjanji sama diri gua sendiri. Di tahun yang baru ini, gua mau mengubah prioritas hidup gua. Gua mau belajar bermimpi lagi, supaya gua punya arah dan tujuan hidup yang jelas untuk masa depan. Prioritas hidup gua bukan lagi angka, tapi nilai. Gua mau melakukan lebih banyak hal-hal yang bernilai, yang bisa memberikan manfaat dan juga kebahagiaan, bagi gua dan juga orang-orang di sekitar gua.
Di tahun 2020 yang akan datang, gua mau lebih banyak nulis, gua mau nerbitin buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk penutur asing, gua mau nurunin berat badan, gua mau lebih banyak menghabiskan quality time bersama orang-orang yang gua sayang, gua mau pergi ke tempat-tempat yang belum pernah gua datangi, dan belajar banyak hal-hal baru
Dan yang paling penting:
Gua mau bahagia.
Jadi, apa resolusi 2020 kalian, guys?